見出し画像

ショウタロウ・コンプレックス: 初めての片思い

Shotaro Complex: The First Heartbreak

Warn: OOC, bahasa tidak baku


🍀


"Taro, ada cowok ganteng banget! Nyariin lo!" teriak Renjun dari balik pintu.

"Hah?" Shotaro yang sedang mengemasi buku pelajarannya menengok dengan bingung.

Tak lama kemudian Jaemin yang tadinya sudah keluar dari kelas kembali lagi karena penasaran. "Siapa sih? Kok gue baru liat?"

"Kalian lagi ngomongin siapa?" Shotaro makin bingung. Setelah semua buku dikemas, ia menggendong ranselnya dan keluar. Seorang pemuda tinggi menghampirinya sambil tersenyum.

"Dek, pulang."

Teman-teman Shotaro yang diam-diam mengikutinya dari belakang pun heboh.

"OMG 'DEK'?!" seru Haechan heboh sementara Yangyang memukul-mukul tembok saking excited-nya.

"Hush, itu kakak gue. Duluan yah?"

Shotaro melambaikan tangan sebelum digandeng kakaknya menuju parkiran seperti anak kecil, mana genggaman tangannya kuat sekali. Bocah itu hanya bisa pasrah, malu sudah jadi bahan tontonan.

"Wait... what?!" Haechan, Renjun, Jaemin dan Yangyang saling melempar tatapan kaget. Maklum, baru kali ini mereka melihat sosok kakak Shotaro.

"Kakaknya Taro ganteng banget..."


🍀


Setelah memasang sabuk pengaman dengan benar, Shotaro menyamankan diri di kursinya. Menghela nafas kecil.

"Kak Kei?"

Kei yang sedang mengecek handphonenya menoleh sambil tersenyum. "Kenapa?"

"Jadi ganteng enak, yah?"

"Heh?" Yang lebih tua mengangkat alis akibat pertanyaan yang tidak biasa. "Maksudnya?"

"Nggak papa."

Shotaro memakai headsetnya sementara Kei yang masih bertanya-tanya mengacak rambut lebat sang adik dengan gemas.

🍀


Mobil hitam bermerk Honda itu berhenti di depan sebuah restauran sushi ternama yang sudah ramai oleh banyaknya pengunjung yang ingin makan siang.

"Kok ke sini?"

"Makan siang dulu. Kak Yuta juga udah di sini," jelas Kei sebelum melepaskan sabuk pengaman Shotaro, padahal anak itu kan bisa sendiri. Mungkin karena sedang banyak pikiran jadi ia tidak menyadarinya.

Keduanya berjalan beriringan ke dalam ruangan yang ramai oleh pramusaji berlalu-lalang. Beruntung di tengah rush hour ini mereka tidak perlu menunggu antrean karena Yuta, si kakak sulung, sudah memesan tempat terlebih dahulu.

"Banyak banget yang ngelirik Kak Yuta. Kok bisa sih dia masih jomblo?"

Kei hanya terkekeh pelan.

Ketika Yuta menangkap sosok kedua adiknya, ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, mengabaikan bermacam pandangan yang ditujukan padanya dari para pengunjung lain.

"Gimana sekolahnya?" tanya Yuta lembut setelah Shotaro duduk di sampingnya, mengelusi surai si bungsu yang sedikit beraroma bunga-pengharum mobil.

"Biasa aja."

Melihat ekspresi lesu itu, Yuta mengerutkan dahi. "Bohong, mukamu itu kayak habis dipaksa minum jamu pahit tau nggak?"

"Hmph..." Si bocah malah menggembungkan pipinya kesal, membuat dua kakaknya menutup mulut dengan tangan agar tidak fanboying di tempat detik itu juga. Shotaro yang sadar dua saudaranya mulai tidak waras langsung bermuka suram kembali.

"Tau nih anak jadi aneh banget. Di mobil galau ngeliatin jendela sambil dengerin musik. Kayak habis patah hati."

Yang sedang dibicarakan diam saja.

"Kok nggak ada pembelaan?"

Yuta dan Kei saling melempar pandang.

"Kamu beneran lagi patah hati?!" Yuta berdiri dari duduknya, mengagetkan.

"Adekku... patah hati?" gumam Kei, masih mencoba memproses.

Shotaro mengangguk kalah.

Gelas bir di genggaman Yuta retak, membuat cewek dari meja sebelah yang tadinya ingin mengajak Yuta kenalan menjerit tertahan dan segera pindah ke meja terjauh.

"Bilang, siapa yang udah bikin kamu patah hati?!"

"Kak..." Beginilah kenapa Shotaro sebenarnya malas menceritakan hal-hal pribadi pada dua kakaknya terutama Yuta, dia pasti langsung memasang muka seram-yang bagi Shotaro biasa saja sih-seolah-olah siap melakukan tindak kejahatan apapun demi dirinya.

"It's okay kalau kamu nggak mau spill nama, biar temen FBI kakak yang-"

"Kak Kei juga, stop." Belum lagi kakak keduanya yang meski kelihatan seperti anak baik-baik, nyatanya dia punya koneksi teman-teman mafia dari penjuru dunia yang siap melakukan hal-hal gila yang tidak sanggup Shotaro bayangkan.

"Aku nggak papa kok. Ditolak itu wajar kan?"

"Nolak kamu? Ya nggak lah!" Senyum sedih di bibir Shotaro hilang ketika Yuta menangkup wajahnya dan melihat ke dalam iris cokelat itu dalam-dalam.

Belum sempat Yuta mengatakan apapun lagi, Kei sudah memutar tubuh Shotaro agar menghadap ke arahnya dan melakukan hal yang sama seperti apa yang Yuta lakukan. "Adekku yang secakep ini ditolak? Dia pasti buta, Dek."

"Permisi." Seorang pramusaji wanita datang sambil tersenyum-senyum, membawa semua pesanan yang sudah dipesan sebelumnya oleh Yuta sehingga kedua adiknya tidak akan kelaparan menunggu. Sungguh sosok kakak sulung idaman, bukan?

Shotaro yang malu segera melepas tangkupan tangan sang kakak dan kembali ngambek. "Sho nggak cakep, Sho biasa aja. Apa mungkin ditolak karena itu? Dia bahkan nggak mau lihat ke arah Sho waktu Sho nembak dia."

Tingkat kegemasan Shotaro ketika menyebut dirinya sendiri 'Sho' itu bisa melelehkan puncak Everest, kalau kata Yuta. Mungkin kalau Shotaro sedang tidak dalam keadaan sedih, Yuta dan Kei akan memeluk sang adik dan menguyel-uyelnya on the spot. Mereka cukup tahu diri meski sulit menahannya.

"Fitnah itu!" Yuta meretakkan gelas bir keduanya. Sepasang alis tajam menukik ke atas seperti tentakel gurita yang sedang marah (?). "Kamu adik kakak yang paling cakep sedunia, baik dunia kita maupun dunia lain!"

"Masa aku dibandingin sama makhluk dunia lain..." gerutu Shotaro. Kan, kakaknya memang sangat absurd.

"Iya Dek, kamu jangan mikir yang enggak-enggak. Kata-kata Kak Yuta bener kok," timpal Kei, memberikan tatapan teduh yang mampu menenangkan hati siapa saja.

"Kak, ada kalanya jujur itu lebih baik biarpun menyakitkan."

Yuta dan Kei menghela nafas kemudian kembali saling menatap. Begitulah Shotaro, kalau dihibur saat sedang kesal maka itu hanya akan membuatnya semakin kesal.

"Ya udah jangan dipikirin buat sekarang. Kamu makan yang banyak biar mood kamu balik." Shotaro hanya mengangguk pelan sambil mengunyah sushinya.

"Tapi asal tahu aja, kamu itu adalah makhluk tercakep, tergemes, teruyel-uyelable di mata kakak berdua. Kita nggak bohong." Kei masih bersikeras meyakinkan.

"Coba aja kita bukan saudara, Sho. Udah kakak klaim kamu jadi milik kakak sendiri."

Shotaro tersedak ocha dinginnya mendengar penuturan yang paling senior.

"Bagi dua!" Anak tengah tidak terima.

Pukulan sumpit mendarat di masing-masing kepala kakak-kakaknya. "Udah gila kalian."


🍀


Shotaro baru bangun dari tidurnya, masih kelihatan layu. Kaus putih gombrongnya yang dipakai untuk tidur sedikit melorot ke kiri, memperlihatkan tulang belikatnya. Bocah itu duduk sebentar di atas sofa dengan mata setengah terpejam untuk mengumpulkan nyawa sebelum berjalan ke halaman depan di mana Yuta sedang mencuci mobil dan Kei tengah menyiram tanaman. Mana keduanya cuma pakai singlet dan celana pendek kolor.

Hari yang damai di kediaman Nakamoto.

"Hari ini siapa yang mau dateng ke rapat wali murid?" tanya Shotaro tiba-tiba, menyipitkan mata ketika sinar matahari pagi memancar ke wajahnya.

Yuta dan Kei menghentikan kegiatan mereka serempak, selang air dan ember dilempar asal kemudian terdengar suara geruduk-geruduk ketika Yuta dan Kei balapan menghampiri si bungsu yang super duper kawaii seperti biasa.

"Kakak aja!" Mereka berdua mengangkat tangan dengan sangat antusias seperti penonton dangdut yang ingin idolanya memilih mereka untuk joget bareng di atas panggung.

"Salah satu aja, malu-maluin!"

Yuta dan Kei sikut-sikutan. Biasanya kalau sudah begini mereka bakal suit atau adu panco buat menentukan, tapi hari ini tampaknya kedua pria itu ingin berdamai.

"Pokoknya kita berdua."

Shotaro menghela nafas. "Emang Kak Yuta nggak ngantor?"

"Bolos sehari demi adik tersayang."

"Emang nggak dimarahin bos?" Si adik bersedekap, sepasang mata mungilnya menatap tajam si kakak sulung.

Yuta mengambil dua handphone miliknya di atas meja sambil memasang cengiran di wajah tampannya. Ia kelihatan sedang melakukan panggilan dengan satu ponsel sampai ponsel yang satunya berbunyi. Kedua ponsel dipasangnya di kedua telinga. Ia bermonolog.

"Yuta! Beraninya kamu bolos kerja?!"

"Maaf bos Nakamoto, tapi saya harus datang ke rapat wali murid demi adik saya yang paling manis sedunia."

"Oh adik kamu yang imutnya ngalahin otter itu? Tentu saja silakan kamu bolos sesukanya."

"Terima kasih bos Nakamoto."

Yuta mematikan kedua handphonenya dan memandang kedua adiknya yang sedang menatapnya aneh dengan mulut terbuka. "See?"

Tak butuh tiga detik bagi Shotaro untuk berakhir dengan tertawa geli. Ada-ada saja ulah kakak sulungnya pagi-pagi.

"Gemes." Kei mencubit satu pipi Shotaro sampai mulur.

"Sakit! Kak Kei juga mau bolos kuliah?!"

"Nggak ada kuliah, kan hari Jumat."

Si bungsu mengangguk-angguk paham sambil mengusap pipinya yang memerah. Ia mengerling ke arah jam dinding. "Aku siap-siap dulu yah."

Tanpa menunggu respon, Shotaro berlari menuju kamar mandi.


🍀


Wajah Shotaro kembali murung ketika dirinya sampai di gerbang sekolah. Iya, Shotaro masih mengingat insiden penolakan cintanya kemarin.

"Hai Tar-astaga! Nikmat mana lagi yang kau dustakan?!" pekik Haechan ketika berpapasan dengan Shotaro dan dua kakak tampannya yang mengikuti di belakang.

"Mereka kakak gue, kan lo udah ketemu sama kak Kei kemarin," ucap Shotaro pelan. Ia tahu kedatangan kakaknya pasti akan menarik perhatian. Mana datang-datang pakai jas hitam, kemeja putih, rambut dipomade, sudah seperti model majalah VOGUE.

"Kok bisa gen keluarga lo superior banget?!"

"Mana gue tahu." Bahkan Shotaro tidak yakin kalau gen keluarganya superior. Dari segi apanya coba? "Gue liat mereka tiap hari sih jadi rasanya biasa aja. Tapi kakak-kakak gue emang ganteng. Sayang, jomblo."

"Jomblo?! Gue aja bawa dua~" seru playboy kelas 11, Jeno, sambil berjalan mendekat ke arah Shotaro dan Haechan. Di sisi kanan dan kiri bocah lelaki itu ada dua cewek yang sedang bermain dengan ponsel masing-masing.

Plak.

"Aduh!"

Jeno berbalik, menemukan lelaki tinggi tersenyum dengan terpaksa. "Di belakang kepalamu ada tawon tadi, takut kamu disengat."

"Oh eh, makasih Kak."

Haechan menahan tawa.

'Kasar juga, huhu.'

Cowok jangkung dengan rambut belah tengah bak Levi-heichou kelebihan kalsium itu menarik tangan Shotaro dan menyuruhnya untuk berjalan di antara dirinya dan satu pria lain yang tentu saja adalah Yuta.

"Sho, di sini aja. Nanti kamu kena sengat tawon."

'Astaga posesif banget.' Haechan dan Jeno membatin serempak.

Kedua cewek di samping Jeno yang sudah selesai dengan sesi chat mereka-iya mereka sedang chat satu sama lain-tiba-tiba berseru girang melihat dua pria ganteng yang tengah dikerumuni murid-murid lain lantas ikut berlari ke sana, meninggalkan Jeno sendiri.

"Ealah..."

Sementara bersaudara Nakamoto yang risih tiba-tiba dikerumuni anak-anak SMA yang berdesak-desakan, mulai melempar pertanyaan-pertanyaan menyebalkan. Dalam sekejap mereka telah menjadi pusat perhatian. Kalau tahu begini mungkin ada baiknya mempertimbangkan bawa bodyguard seperti idol-idol gitu.

"Kak boleh daftar jadi sugar-"

"Nggak minat sama sugar baby kecuali Shotaro," gertak Yuta.

"Kak! Jangan galak dong," omel Shotaro, takut ucapan si kakak menyakiti perasaan temannya.

"Itu udah lembut banget, Sho. Belum juga kakak sodorin shuriken."

"Kak boleh foto bareng-"

"Boleh asal fotonya pake nokia 3315." Kali ini Kei yang menyahut cuek. Shotaro geleng-geleng kepala. Ia posisinya ada di tengah, rasanya sungguh sesak dan ingin kabur sekarang juga.

"Kak minta nomor-"

"500-454"

"Ini mah hotline konsultasi kejiwaan!"

Shotaro memijit pelipisnya melihat kelakuan dua kakaknya yang serius bikin malu tapi juga bikin ngakak. Dia pun mengerahkan seluruh tenaga menembus kerumunan, berjalan lebih cepat sampai hampir menabrak seseorang di tikungan koridor.

"Kak Taro."

Jantung Shotaro tiba-tiba berdegup lebih kencang begitu mengetahui siapa yang hampir ditabraknya.

"Ya?"

"Ini kemarin gantungan tas Kakak jatuh." Anak itu menyerahkan gantungan bentuk doraemon sambil menundukkan kepala, tidak mau menatap pemuda di depannya.

"Oh, makasih ya." Shotaro memaksakan senyum kecil seraya mengambil alih gantungan kunci tersebut dari lawan bicara, menggenggam erat seolah benda itu lebih berharga dari pada nyawanya.

"Duluan ya Kak!"

Mata sayu si bungsu berkaca-kaca mengikuti kepergian anak yang kemarin menolaknya. Melihatnya, diam-diam Kei mengepalkan tangan hingga tulang belulangnya bergemeletuk sementara Yuta meninju tembok di dekatnya hingga sedikit remuk. Kedua pria muda itu merasa hatinya dicabik-cabik melihat wajah adik kesayangan mereka terluka.

Rasanya seperti sendi-sendi penopang kehidupan di tubuh mereka lepas satu demi satu. Iya, selebay itu.

"Dek, kita mau ke toilet sebentar ya."

"Berdua?" Shotaro memicingkan mata, memandang mereka curiga, tapi yang ditanya justru mengangguk mantap dan antusias. Jangan lupa senyum aneh yang entah sejak kapan sudah terpasang di wajah masing-masing.

"Emang kalian tau di mana-"

Keduanya melesat pergi dalam satu kedipan mata.

"-toiletnya...?"

Kecurigaan semakin menjadi ketika dua kakaknya itu malah pergi ke arah berlawanan dengan tempat di mana toilet berada.

"Kakak-kakak lo ke mana tuh?" tanya Haechan heran.

"Tau deh." Shotaro menghela nafas, berharap semoga dua kakak absurdnya tidak membuat masalah. "Ke kelas yuk?"

"Yuk. Eh ngomong-ngomong minta foto kakak lo dong. Lumayan buat dijual."

Shotaro tertawa mendengar keinginan sahabatnya itu. "Ya elah. Izin dulu sana."

"Formal banget lo."

"Tenang aja, kakak gue baik kok," ucap si pemilik mata bulan sabit dan pipi chubby itu seraya menampilkan senyum termanisnya.

"Baik sama lo doang kayaknya?!" protes Jeno yang masih ingat bagaimana Kei menoyor kepalanya. Masih nyut-nyutan sampai sekarang.

"Ah masa sih?"

Shotaro dibuat bertanya-tanya sambil ditarik Haechan agar bergegas lebih cepat karena bel masuk sudah berbunyi nyaring.


🍀


"A-anu..."

Yuta mengelap pedang katana yang entah didapatnya dari mana itu dengan tisu sambil melempar tatapan jahat sementara Kei berjaga di belakang target agar dia tidak bisa kabur ke mana-mana. Tubuh tinggi besar Kei adalah aset berharga untuk memojokkan lawan.

"Jadi kamu yang udah berani nolak adikku manisku tahu bulatku takoyakiku Nakamoto Shotaro?"

Nada suara Yuta sungguh dingin menusuk sampai ke sumsum tulang, belum lagi tatapannya yang oh lebih tajam dari pada mulut knetz.

"Sa-saya bisa jelaskan."

Kei berbisik di belakang telinganya. "Kamu punya waktu sepuluh detik buat jelasin semua. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh-"

"SA-SAYA INSECURE SAMA KAK TARO, KAK! SOALNYA DIA IMUT BANGET TAU NGGAK SIH?! TOLONG NGERTIIN HATI SAYA YANG RAPUH INI! KAKAK MAU SAYA MIMISAN DAN PINGSAN SETIAP LIMA MENIT SEKALI GARA-GARA KEIMUTAN KAK TARO? NGGAK KAN, KAK?! MAKANNYA WALAUPUN HATI SAYA SAKIT, SAYA TOLAK DEMI KEBAIKAN KITA BERSAMA!"

Pada akhirnya Yuta dan Kei melepaskan anak itu yang pergi berlari sambil menangis tersedu-sedu. Ya mau bagaimana lagi... mereka berdua can relate.

"Tapi mending kayak gini aja nggak sih?" tanya Kei sambil iseng menendang batu di depannya yang terlempar sampai masuk ke dalam ventilasi ruang guru. Tak lama berselang terdengar suara barang pecah dari dalam sana.

"Maksud kamu, Kei?" Yuta menaruh kembali katana yang rupanya cuma mainan dan bisa dilipat itu ke dalam saku jas.

"Jujur, emang Kak Yuta setuju Sho punya pacar?"

Yuta menatap wajah adik 2 tahun di bawahnya itu dengan dahi berkerut. Kemudian menyeringai lebar, "Ya nggak lah! Nanti uyel-uyel time kita berkurang kalau dia suka habisin waktu sama pacarnya."

"Nah, itu ngerti." Kei mengeluarkan seringai yang identik dengan sang kakak, lalu keduanya bertukar high five.

この記事が気に入ったらサポートをしてみませんか?