Milk & Orange
genre: omegaverse/abo, mpreg, arranged marriage, fluff, hurt/comfort
"..." ucapan biasa
'...' ucapan dalam hati
🍀
Jung Sungchan baru kembali dari kegiatan klub sepak bola, menolak ajakan teman-temannya untuk nongkrong di kafe baru yang sedang ramai menjadi topik perbincangan di kalangan anak sekolah dan mahasiswa ketika nama kontak sang ayah tertera pada pop-up aplikasi chat, memintanya segera pulang.
Seringnya, halaman luas milik keluarga Jung sepi pada pukul lima sore ke atas, namun kali ini terpajang beberapa kendaraan dengan plat nomor yang belum pernah Sungchan jumpai sebelumnya. Sebenarnya jika daya ingat Sungchan cukup tinggi ia harusnya bisa menangkap hint. Mungkin akibat kelelahan, pembicaraan terakhir antara dirinya dan sang papa tadi malam terserap mimpi seolah tak pernah terjadi.
"Selamat datang, Sungchan. Ini Shotaro."
Sungchan bahkan tidak dibiarkan barang sejenak untuk mengganti seragam latihannya yang kumal akibat bergelut dengan tanah lapangan. Tapi ia segera menyapa dan menyalami kedua pemimpin keluarga Nakamoto beserta putra bungsu mereka begitu menginjakkan kaki di ruang tamu.
Kepingan-kepingan kecil pembicaraan samar tentang rencana perjodohan yang Taeyong ceritakan sebelum tidur padanya tadi malam akhirnya kembali sedikit demi sedikit. Kedua orangtuanya sama sekali tidak bercanda. Sungchan perlahan mampu mengingat momen di mana Taeyong berbicara dengan lembut sambil mengusap poni panjang di kepalanya dengan sangat hati-hati. Waktu itu hujan lebat jadi ia tidak bisa fokus sepenuhnya pada inti pembicaraan dan menyerah, tertidur di pangkuan sang papa.
"Namaku Nakamoto Shotaro, aku lebih tua satu tahun darimu. Mohon bantuannya."
Objek yang dimaksud segera berdiri sambil mengulurkan tangan kanan, tersenyum lebar hingga matanya tenggelam. Nada suaranya halus, begitu sopan menyusuri rongga telinga. Ramah, begitulah yang Sungchan bisa tangkap ketika pertama kali bertatap muka dengan omega muda tersebut.
"Jung Sungchan." Dibalasnya uluran tangan itu dengan genggaman yang kuat.
Ketika kedua lelaki remaja tidak tahu harus melakukan apa tuk mengurangi kecanggungan, tuan rumah menyuruh putranya untuk duduk di kursi tunggal tepat di sebelah kursi yang diduduki Shotaro. Keduanya berpandangan sekilas dengan rasa gugup yang coba disembunyikan satu sama lain. Sungchan masih tidak mengerti mengapa orangtuanya bahkan tidak membiarkannya ganti baju lebih dulu. Rasanya seperti anak tuan rumah yang tidak punya tata krama.
"Aku dulunya alpha."
Pengakuan pendek yang diucapkan Shotaro membuat sebelah alis Sungchan menukik. Itu sangat tiba-tiba dan... random? Dirinya belum tahu apa yang harus dilakukan dengan informasi tersebut? Tetapi mungkin kemunculan topik yang tidak terduga justru akan mengetuk minatnya dan membuat acara perjodohan ini menarik.
Sungchan adalah putra seorang dokter, mendengar kasus di mana alpha berubah menjadi beta atau beta berubah menjadi omega dan sebaliknya bukanlah hal yang asing. Kecuali bahwa kasus di mana alpha berubah langsung menjadi omega adalah yang pertama ia dengar. Mungkin jika mau belajar sungguh-sungguh tentang ilmu kedokteran ia bisa mendapat pencerahan. Sayangnya Sungchan sudah memutuskan tidak akan mengambil jalan yang sama dengan papanya.
Shotaro memiliki wajah yang manis dengan sepasang pipi serupa dumpling baru matang, sepasang mata anjing terkulai yang jinak dan nampak berkaca-kaca setiap ada cahaya yang menerpanya, hidung kecil yang bangir, serta bibir penuh yang selalu melengkung ke atas. Poni cokelat lurusnya yang lebat jatuh menutupi dahi dengan sedikit acak-acakan, sebagian saling menempel karena keringat.
Anak yang lebih tua setahun itu agaknya sedikit pemalu dilihat dari caranya mengucapkan setiap kata dengan hati-hati. Meski begitu, Sungchan bisa percaya bahwa pengakuan Shotaro yang dulunya alpha bisa jadi bukanlah bualan semata ketika mengamati proporsi badan yang terlampau bagus untuk ukuran seorang omega-tubuh tinggi, pundak lebar, dada yang kokoh, pinggang yang ramping namun tegak, serta kaki yang jenjang.
Para alpha akan melakukan apapun untuk memiliki tubuh seideal itu.
Orangtua Shotaro yang notabene berkebangsaan Jepang dan China berkata bahwa putra mereka belum begitu percaya diri dalam berbahasa Korea, alasan mengapa tidak banyak kata-kata yang dikeluarkan olehnya. Sungchan bisa memahami-diam-diam justru memberi apresiasi karena tidak mudah menyatukan dua kultur yang berbeda. Dan fakta bahwa Shotaro yang harus menyesuaikan diri dengannya bukan sebaliknya membuat Sungchan sedikit merasa tidak enak. Permainan kasta ternyata masih berlaku di sini.
"Jadi, bagaimana dengan Sungchan?"
Pertanyaan itu menarik sang alpha muda kembali ke alam sadarnya. Ia kaget karena tiba-tiba ditanya terlebih dahulu, tetapi otaknya yang lambat berjalan menyimpulkan bahwa kedatangan Shotaro dan keluarganya ke sini tentu saja karena Shotaro telah lebih dahulu menyetujui perjodohan ini.
Kenapa anak itu bisa menyetujui tanpa mengenal siapa yang akan dijodohkan dengannya? Atau jangan-jangan... dia menyetujui begitu melihat tampangnya di foto? Sungchan cukup percaya diri untuk hal ini. Ia tahu dirinya masuk dalam kelompok alpha dengan ketampanan dan daya tarik di atas rata-rata. Tanya saja klub majalah sekolah yang acapkali menempatkannya dalam posisi 3 teratas popularitas murid alpha.
Sementara itu, meski dicap polos, Shotaro sendiri tidak kelihatan sebagai anak yang bodoh. Ia pasti punya alasan sendiri untuk mengiyakan perjodohan. Apakah dia termasuk anak penurut? Kemungkinan besar. Sungchan belum begitu mengenal setiap anggota keluarga Nakamoto. Ia hanya tahu bahwa Nakamoto Yuta sang kepala keluarga, memiliki nama yang besar di Jepang. Lalu bahwa hubungan keluarga Jung dan Nakamoto sangat dekat dalam hal bisnis. Sungchan belum diizinkan mengetahui lebih dari itu.
Yang menggelitik rasa ingin tahu Sungchan saat ini, apakah semua omega itu makhluk yang patuh? Yang hanya akan pasrah dan menurut tuk melakukan apapun perintah kasta di atasnya? Apakah keluarga Nakamoto pernah kecewa setelah mengetahui perubahan gender Shotaro? Alpha sangat diagung-agungkan, tidak seperti omega yang acapkali direndahkan serta dihina.
"Sungchan?"
Si jangkung merutuki dirinya sendiri setelah Jung Jaehyun, sang ayah, melayangkan tatapan serius. Ia harus apa sekarang? Menerima? Menolak? Ia tidak mengenal Shotaro, tapi dari penampilannya ia terlihat sebagai remaja baik-baik yang tidak berlebihan, anak yang penurut, pemalu, dan mungkin agak membosankan mengingat ia belum percaya diri untuk banyak bicara? Tapi anak itu sudah repot-repot belajar bahasa ibunya untuk mencoba berbincang padanya, jadi Sungchan merasa itu harus diapresiasi.
Tidak ada alasan juga untuk menolak. Sungchan belum punya rencana untuk masa depannya.
"Aku menerimanya."
Bisa dilihat Shotaro di seberang sana membulatkan kedua matanya, seolah ia sendiri tidak menyangka bahwa Sungchan akan menerima perjodohan itu.
"Ini jauh lebih mudah dari yang kami bayangkan." Yuta menatap putranya, kemudian menatap calon menantunya dengan sedikit tajam-yang membuat Sungchan sempat bergidik-dan serius, sebelum tersenyum tulus sembari meraih telapak tangan Winwin yang agak lembab oleh keringat. Omega senior tersebut nampak lega.
"Kalau begitu tidak ada salahnya membuat tanda sementara untuk Shotaro sekarang juga, kan?"
Sungchan mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan Taeyong. "Maksudnya?" Sang papa menjelaskan dengan sabar.
"Sebenarnya kami mengira bahwa akan sulit membuat kalian menerima perjodohan ini jadi tidak ada yang menyiapkan cincin. Tetapi karena kalian tidak keberatan sama sekali, sebagai pengganti cincin pertunangan, bagaimana kalau membuat tanda kepemilikan sementara?"
Oke, ia memang setuju dengan perjodohan tetapi Sungchan tidak yakin membuat tanda secepat ini merupakan ide yang bagus.
"Apa kau keberatan, Shotaro?"
"Tidak."
Dua pasang kelopak mata Sungchan merosot, diam-diam memberi tatapan curiga. Belah bibir terkatup, tak ingin mengeluarkan suara.
Tidak habis pikir.
Sudah bukan rahasia bahwa jika kau seorang omega maka kau tidak berhak memiliki kebebasan. Tetapi apakah harus semudah itu Shotaro mengiyakan? Antara terlalu polos atau memang sudah tidak punya tujuan hidup lagi? Memang tanda yang mereka buat hanya berlaku sementara, tapi itu akan mengikat kebebasannya pada sang alpha. Dengan kata lain, Shotaro dengan cuma-cuma menyerahkan kebebasannya pada Sungchan.
Ide yang sama sekali tidak terdengar baik. Sungchan memang alpha dominan yang sedikit berbeda. Ia tidak sekalipun ingin menindas orang lain, baik sesama alpha, beta, bahkan omega.
Sungchan masih mengembara jauh dalam pikirannya ketika Shotaro-setelah ayahnya memberi tanda-membuka pelan kancing kemeja putihnya sambil menundukkan kepala, menyembunyikan sebersit rona merah muda di pipinya. Bagaimanapun melakukan ini di depan orang-orang dewasa pasti memalukan.
"Haruskah kami melakukannya di sini?" Sungchan bertanya gugup, mencoba mengulur waktu. Sejauh ini ia tidak pernah mengalami kontak langsung atau skinship seintim ini dengan omega, tentu saja ia khawatir semua tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Nyatanya semua anggota keluarga yang hadir malah mengangguk antusias, jadi Sungchan berhenti menawar. Ia mendekati Shotaro dengan sangat hati-hati dan membuang rasa malunya. Hei, ia seorang alpha. Alpha dominan. Kata 'malu' seharusnya tak ada di dalam kamus.
Shotaro hanya patuh, membuka ketiga kancing kemeja teratasnya, kemudian menarik kain itu turun sehingga bagian belakang lehernya terekspos tanpa penghalang.
Sungchan meneguk ludah tanpa direncana. Ia menatap sebentar mata Shotaro, membuatnya menyadari bahwa iris cokelat itu lebih indah lagi jika dilihat dari jarak sedekat ini. Seperti ada galaksi di dalamnya.
Anggukan Shotaro menandakan bahwa ia sudah siap. Sungchan menarik nafas panjang dan membalik tubuh Shotaro agar memunggunginya, memandang leher putih itu dalam sepersekian detik sebelum menepis semua pikiran yang berlebihan. Bungsu Jung merendahkan kepala, memegang pundak Shotaro dan menancapkan gigi harimau kecilnya ke belakang leher sang omega. Memejamkan mata, meresapi.
Shotaro melipat tipis dahinya, mengernyit kesakitan tanpa ingin melayangkan protes meski sekujur tubuhnya menegang, kaku pada seluruh sendi. Bisa saja ia jatuh ke lantai sekarang jika lengan Sungchan tidak menahannya.
Dua menit yang begitu lama di benak Shotaro. Harusnya menggigit saja tidak perlu berlama-lama-Sungchan bukan vampire-namun yang alpha muda Jung rasakan ketika giginya menyentuh kulit itu, ada aroma manis dan lembut di ujung lidah, memanjat pada rongga hidung, seolah menahannya untuk tetap tinggal.
Inikah feromon milik Shotaro?
Baunya seperti kombinasi antara susu madu dan jeruk yuzu.
Ketika akal mengalahkan naluri dan Sungchan berhasil melepaskan gigitannya, ia menatap dengan horor luka gigitan yang berlumuran darah segar. Tubuh Shotaro sedikit gemetaran, tapi ia tidak berkata apa-apa.
"Maafkan aku, Shotaro-hyung." Sungchan menahan pekikan, ekor mata menangkap kotak P3K di atas meja yang entah sudah sejak kapan dipersiapkan. Mencoba menyembunyikan rasa panik, ia mengambil kapas untuk membersihkan darah dan membubuhi luka yang ia buat dengan antiseptik sebelum menutupnya dengan plester.
Shotaro menggumamkan kata-kata, "Aku baik-baik saja," berulang kali hingga kecemasan di raut wajah Sungchan memudar. Ia tidak paham bagaimana Shotaro bisa begitu tenang dan tersenyum tanpa cela. Sungchan masih ingat, minggu kemarin ibu jari kakinya tanpa sengaja tergores pecahan gelas yang dijatuhkan oleh Jeno, kakak keduanya. Ia hampir pincang seharian dan merintih setiap kali melangkahkan kaki. Luka di ibu jarinya tidak seberapa dengan luka di leher Shotaro.
"Baiklah, kalian sudah resmi bertunangan sekarang." Tepukan tangan tuan rumah memecahkan kesunyian yang sedikit intens. Omega Jung meletakkan satu telapak tangannya di atas telapak tangan suaminya, seolah memberi kode.
Jaehyun berdeham kecil.
"Dengan ini, kami akan mengumumkan beberapa hal penting." Baik Sungchan maupun Shotaro menyimak dengan seksama. "Shotaro akan dipindahkan ke sekolahmu, Sungchan. Nilai akademiknya bagus dan rasanya akan sia-sia jika ia terus berada di sekolah khusus omega. Karena sudah adanya tanda kepemilikan, tak akan ada alpha lain yang bisa mengusiknya... untuk sementara."
Tidak ada tanggapan dari Sungchan. Dirinya masih berusaha keras menyimak sisa pembicaraan para orang dewasa dengan penuh khidmat. Ekor mata Sungchan seakan ingin terus mengikuti Shotaro yang duduk dengan punggung lurus, menatap jenaka pada orang-orang dewasa di sekitarnya.
Tiba-tiba hati Sungchan merasa lebih ringan. Aroma lembut susu dan jeruk telah menginvasi otaknya, mengalihkan dari pikiran buruk dan membuatnya nyaman sampai mengantuk.
"Mulai sekarang Shotaro adalah tanggungjawabmu, Sungchan."
. . .
"Tuan Muda Jung!!"
Sapaan centil terdengar dari balik pintu besi.
Setelah menyelipkan sejumlah besar won pada tangan besar penjaga pintu, ketiga remaja itu disambut oleh dua gadis beta cantik yang tentunya telah menjadi pekerja reguler di bar. Salah satu gadis yang memekik tadi, menyapa pemuda bersweater abu-abu, mencoba menarik lengan kanannya dengan jemarinya yang berkutek merah sebelum tangan lain menepisnya kasar hingga lepas.
"Kami tidak butuh hiburan malam ini, maaf."
Si lelaki terpendek menatap nyalang dari balik parasnya yang manis. Dua gadis yang ditolak mendecak kesal hampir bersamaan. Gadis beta yang lengannya ditepis tadi dengan tajam menangkap keberadaan choker yang tersembunyi di balik kerah baju, tersenyum mengejek ketika mereka melewatinya.
"Dasar omega."
Yang disindir berhenti melangkah. Mengangkat hidungnya tinggi-tinggi. "Aku memang omega tapi aku bisa membelimu!"
"Chenle," tegur pemuda tinggi di belakangnya lembut, menarik omega itu ke sisi lain yang mana lebih sepi dan terdapat sofa panjang untuk duduk. Juga sedikit jauh dari sumber utama musik club. "Bagaimana kalau ada yang mengenalimu? Tahan, oke? Lagi pula kita jarang punya kesempatan seperti ini. Ayo manfaatkan dengan baik."
Chenle mendengus kasar. Semenjak hasil tes terakhirnya keluar, ia menjadi uring-uringan mengetahui hidupnya semakin dikekang layaknya putra kaisar. Memiliki status sebagai omega benar-benar merepotkan. Bahkan dengan Jisung pun yang merupakan sahabatnya sedari kecil, interaksi terpaksa harus dibatasi mengingat Jisung adalah alpha. Untungnya setelah melalui prosedur yang panjang, ayah Chenle memperbolehkan Jisung dan Sungchan membawanya pergi jalan-jalan khusus hari ini.
Sungchan, Chenle, dan Jisung bersahabat sejak hari pertama pertemuan siswa baru kelas tujuh. Mereka saling mengenal dekat satu sama lain, bahkan sampai pada keluarga mereka yang termasuk keluarga paling berpengaruh di Korea. Karenanya Jisung dan Chenle diam-diam tahu perihal Sungchan yang sudah bertunangan dengan seorang omega meski yang bersangkutan tidak berkata apa-apa.
Mereka penasaran, ingin mengetahui detail kejadian tersebut dan alasan di balik setujunya Sungchan untuk bertunangan dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Juga karena sejauh ini, Sungchan diketahui sebagai sosok yang tidak suka peduli akan ikatan alpha dan omega.
"Aku pernah bercanda kalau di antara kita ada yang menikah, pasti kau jadi yang terakhir," aku Chenle, membuka pembicaraan. Bising musik elektro-pop menjadi backsound yang sedikit mengacaukan fokus, ditambah teriakan samar pengunjung yang tengah tenggelam di lantai dansa. "Jadi, kenapa?"
"Entahlah. Mengikuti insting alphaku?" Sungchan tidak yakin. "Atau mencoba jadi anak yang berbakti."
Keduanya dibuat bingung dengan kata-kata Sungchan. Pasalnya, anak muda ini selama 17 tahun hidupnya hampir tidak pernah mau menjalin hubungan baik platonik maupun seksual.
Memang umur 17 tahun terdengar seperti tak ada apa-apanya, hanya usia anak remaja labil untuk bersenang-senang. Tetapi mengingat banyak alpha muda yang bahkan sudah memiliki mate maupun aktif secara seksual di umur sedini itu tentunya membuat banyak orang bertanya-tanya benarkah ini sosok Jung Sungchan yang sebenarnya? Sungchan yang bahkan tidak menikmati sentuhan dan godaan para penjaja kenikmatan di klub ini? Sungchan yang setiap hari bergeming dikelilingi feromon memabukkan para omega? Barusan berkata bahwa ia hanya mengikuti insting untuk menjalin hubungan dengan orang asing?
"Tidakkah menikah itu merepotkan?" gumam Chenle. "Kau bahkan belum masuk usia dewasa."
"Dan masih menyogok untuk masuk ke dalam klub," timpal Jisung meski dia sendiri tahu tak hanya mereka yang menyogok untuk masuk.
Sungchan mengedikkan bahu tidak peduli, meneguk lemonade yang baru saja diantar oleh pramusaji sambil menerawang kosong ke depan. Jelas sekali ada banyak hal yang mengganggu pikirannya.
"Baiklah kalau kau belum siap bercerita tentang latar belakangmu menyetujui perjodohan itu. Kalau begitu tidak keberatan kan kalau kita bicara soal matemu?"
"Mate...?"
"Iya! Mate-tunanganmu! Kubilang 'mate' karena kau sudah menandainya, bukan?"
"Itu hanya sementara."
"Kenapa sementara kalau bisa selamanya? Apa ini ada hubungannya dengan kau yang tidak suka melakukan skinship? Maksudku, untuk menandai secara permanen butuh melakukan seks-"
"Pertama, kau sok tahu. Kedua, sejak kapan itu jadi urusanmu?!" Cekcok kecil dengan omega beroktaf tinggi itu memancing amarah Sungchan untuk muncul.
"Ayolah, kau benar-benar menguras emosiku," keluh Chenle. Jisung yang paling muda namun lebih bisa membaca suasana hati pun menepuk paha Chenle, memiringkan kepalanya sedikit seolah meminta anak itu untuk menahan marah. Chenle luluh-entah sihir apa yang Jisung transmisikan padanya-memelankan suara. "Aku dan Jisung hanya ingin tahu detail kenapa kau menyetujui perjodohan itu? Lalu siapa matemu? Seperti apa dia? Apa kau akan memperkenalkannya pada kami? Itu saja."
'Mate... Shotaro, ya?'
Pemuda polos itu. Sungchan belum tahu banyak tentang dia. Apa yang bisa ia ceritakan pada dua sahabatnya yang penuntut dan cerewet tentang tunangannya? Sungchan belum tahu banyak tentang Shotaro. Tidak, ia belum tahu apa-apa.
"Dia lebih tua setahun dariku. Anak yang polos, murah senyum, pemalu, penurut. Itu saja. Kurasa tidak ada yang cukup menarik untuk diceritakan."
"Terdengar seperti kebanyakan omega, dengan sifat mereka yang submisif." Ujung mata Jisung melirik Chenle. "Kecuali beberapa, memiliki sifat yang lebih... unik. Kurasa."
Chenle hampir protes karena ia pikir Jisung membicarakan hal buruk tentangnya, tetapi keraguan di hatinya lenyap tatkala yang lebih muda memberinya senyuman dan dua tepukan ringan di kepala.
"Baunya seperti susu dan jeruk."
"Bau apa?" ulang Chenle.
"Susu dan jeruk, manis dan lembut seperti bayi." Sungchan sedikit menceracau, sempat kehilangan fokus, sebelum kembali melihat ke arah dia sahabatnya. "Maksudku, bau omega itu-tunanganku."
"Feromon?"
Sungchan mengangguk.
"Wow, itu bau feromon omega yang langka. Biasanya omega yang matang memiliki kecenderungan bau feromon seperti bunga yang wangi dan menyengat atau minuman buah bercampur alkohol. Baunya akan sangat kuat dalam keadaan heat, paling kuat ketika melakukan knotting. Jujur, aku baru mendengar feromon omega yang berbau susu."
Sungchan menyimak penjelasan baik-baik, mengingat pengetahuannya tentang omega masih sangatlah minim dan terbatas. Terlebih di keluarganya hampir tak ada omega kecuali sang papa, yang tentu saja sudah ditandai secara permanen oleh ayahnya. Walaupun ia juga bukan anak polos yang tak pernah didekati omega, ia tak pernah berpikiran ingin mengenal mereka lebih dalam.
"Aku menggigit tepat di kelenjar feromonnya dan bau susu jeruk itu masih menggangguku sampai sekarang."
"Mengganggu? Dalam artian positif atau negatif?" Entah bagaimana Sungchan merasa jika pertanyaan Chenle yang ini mengandung nada menggoda. Sebelum tatapan tajam dilempar, ia melanjutkan, "Tapi kau bisa saja berhalusinasi, mana mungkin baunya masih tersisa sampai sekarang, kecuali bila dia ada di dekatmu."
"Kau benar-benar kelihatan kusut, Sungchan. Mungkin terlambat bertanya tapi kau tidak menyesali keputusanmu kan?" Jisung memberi tatapan simpati.
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilayangkan dua sahabatnya itu benar-benar membuat Sungchan kalut. Ia mengacak rambutnya frustrasi, menaruh lemonade yang tersisa seperempat gelas ke atas meja dan berdiri pamit untuk pergi ke toilet.
. . .
Sungchan menyiram wajahnya dengan air dingin, membuat tetesan-tetesan kecil berlomba turun melalui ujung poninya. Gerah menatap sekilas paras tampan miliknya yang penuh kemelut melalui pantulan cermin, Sungchan menarik tisu dan mengelap mukanya hingga kering. Ia melangkahkan kaki dari toilet sambil menarik nafas panjang.
Ada bau susu dan jeruk lagi.
"Apa aku sudah gila?" Remaja Jung memijit pelipisnya dan berjalan terhuyung keluar dari toilet, menuju kebisingan di bawah lampu disko yang temaram. Bau feromon itu semakin tercium. Sungchan berhenti, mengendus udara di sekitarnya dalam-dalam. Ada bunyi 'klik' di dalam kepalanya saat menyadari sesuatu. "Tidak, aku tidak berhalusinasi."
Diikutinya arah bau itu dengan penuh rasa penasaran, membawanya ke satu-satunya sudut klub yang belum pernah ia jamah. Klub ini memang multifungsi, tidak hanya melayani orang dewasa minum-minum sampai mabuk, tapi juga ada sudut arcade dan spot yang diperuntukkan khusus anak muda pecinta dance hiphop. Banyak anak di bawah umur datang ke sini, rata-rata adalah alpha dari keluarga terpandang di kota. Sungchan bisa langsung mengenali beberapa teman satu sekolahnya.
Aroma susu jeruk semakin pekat. Sungchan memperhatikan kerumunan penonton dengan jeli. Jantungnya berdegup kencang. Chenle bilang bau feromon susu dan jeruk itu langka, tapi mungkinkah ada omega lain yang memiliki bau feromon sama persis?
Angin hangat berdesir ke belakang leher Sungchan. Baunya semakin tajam.
"TARO-KUN!! SELAMAT DATANG KEMBALI!!"
Sungchan celingukan seperti anak kecil yang lepas dari orangtuanya ketika audience meneriakkan nama seseorang ke arah panggung. Pemuda itu mengalami disorientasi, berputar di tengah kerumunan sebelum perhatiannya teralihkan oleh sesosok yang familiar di atas panggung.
Di bawah warna-warni cahaya lampu yang setengah redup, wajah maskulin anak lelaki yang berdiri di atas panggung terasa familiar, meski tidak dengan senyumannya. Oh, itu nampaknya seringai, bukan senyuman. Masih terlihat imut.
Sungchan diam sambil mendongakkan kepala, menolak berkedip. Jika ia berada di dunia anime mungkin saat ini rahangnya sudah jatuh menabrak permukaan lantai dengan diiringi backsound dramatis.
"TARO-KUN! KAU YANG TERBAIK!!"
Seorang gadis menjerit di dekat telinganya sehingga Sungchan hampir mengalami shock therapy. Apakah pemuda keren yang sedang menggoyangkan bagian pinggang ke bawah dengan erotis dan tajam bersemangat itu adalah pemuda omega pemalu yang sama dengan yang ia temui kemarin?
Dentuman stereo dari melodi kencang Girls Need Love milik VEDO bergema di seisi klub. Memantik api gairah, menyalakan suasana.
Dan biarpun Shotaro mengubah dandannya 180 derajat dari yang terakhir Sungchan ingat seperti membiarkan jidatnya terpampang jelas, memakai celana kulit hitam ketat, dan berusaha mengubah senyum manisnya menjadi seringai, sang alpha muda Jung bisa menjamin bahwa pemuda omega itu adalah orang yang sama dengan omega yang sudah ia tandai kemarin. Karena dalam setiap gerakannya, ia menebar feromon susu dan jeruk ke mana-mana.
Sungchan, berusaha menyembunyikan kegugupan yang muncul entah bagaimana, memperhatikan ekspresi orang-orang di sekitarnya, takut mereka akan merasa terangsang dengan feromon manis yang kuat itu. Agaknya di dalam situasi kacau ini, dia melupakan fakta bahwa feromon omega yang sudah ditandai hanya akan berpengaruh pada alpha yang menandainya.
Wajah Sungchan memanas saat mengangkat dagu, tanpa sengaja kedua belah pihak saling bersitatap. Seperti dua kutub magnet berbeda, saling tarik-menarik, lantas menyatu. Tak ingat sejak kapan, tahu-tahu seluruh atensi sang alpha mulai terhisap dalam pertunjukan istimewa. Omeganya membawa aura yang berbeda seakan-akan dia bukanlah sosok yang ditakdirkan dalam kasta terendah gender kedua manusia.
Sungchan teringat kata-kata Shotaro kemarin. Ia dibuat percaya bahwa pemuda itu bisa saja masih memiliki jiwa alpha bersamanya.
Begitu Shotaro selesai dengan penampilannya, Sungchan seakan tertampar kembali ke dunia nyata setelah menyelami dunia mimpi, segera menyeret kakinya berlari ke balik panggung. Begitu sosok yang menjadi buronan pribadi tertangkap lensa mata, ia segera saja menarik lengan Shotaro dan membawanya berlari ke dalam toilet, mencari bilik yang kosong lalu semena-mena mengunci anak itu bersamanya di dalam.
Ruangan terasa sesak dengan deru nafas yang bersahut-sahutan ditambah hawa panas yang menguar bersama feromon dan keringat Shotaro. Ini sesungguhnya ide yang buruk.
Shotaro tidak diberi kesempatan menolak orang yang ia pikir sedang mabuk itu sehingga dirinya hanya bisa kaget saat tahu bahwa yang menariknya adalah Sungchan. Ya, tunangannya sendiri. Pertemuan kedua yang tidak terduga.
Memutuskan untuk pasrah, sesaat kemudian Shotaro bisa mengatasi rasa terkejut, menunjukkan senyum yang sama seperti sore kemarin. Shotaro yang polos secara ajaib telah kembali.
"Kau juga sering datang ke sini, Sungchan?"
"Hyung, apa orangtuamu tahu?" Mengabaikan pertanyaan yang dilayangkan padanya terlebih dahulu, Sungchan menodongnya dengan pertanyaan lain di dalam nada suara yang dingin. Sifat alami alpha, huh?
Yang ditanya tidak langsung menjawab, memilih membalas tatapan yang dilayangkan dengan tenang sebelum menggeleng pelan.
Sungchan menaikkan oktaf suara, mengintimidasi. "Kau tidak takut dengan harga dirimu? Bagaimana kalau aku melaporkanmu ke paman Yuta? Ke semua anggota keluargamu dan keluargaku? Terlebih kau itu seorang omega sekarang!" Sungchan memberondong pertanyaan secara bertubi-tubi, mencoba menggertak biarpun Shotaro pikir pancaran cahaya di mata lawan bicaranya itu terlihat lembut.
Sungchan hampir seribu persen yakin kalau lelaki di hadapannya ini pasti akan memasang wajah sedih dan memohon agar tidak memblackmailnya, dilihat dari raut bingung yang sepertinya sedang menyusun alasan-
Namun ketika sang omega meneduhkan sorot mata tanpa melenyapkan senyum, Sungchan menyesal ia sudah seenaknya menilai.
"Itu hakmu."
"Apa?"
"Apapun konsekuensinya, aku sudah memperhitungkan. Dari awal aku memang memanfaatkanmu."
Jawaban yang tidak disangka-sangka memaksa satu alis Sungchan menukik ke pojok atas. Bisa-bisanya omega itu mengatakan hal jahat dengan muka tidak bersalah. "Apa maksudnya 'memanfaatkan'?"
Shotaro tidak langsung menjawab. Ia hanya diam sambil sedikit mendongakkan wajah, membalas tatapan Sungchan dengan pandangan sendu. Namun tak berapa lama ia menunduk, seolah ragu hendak mengatakan sesuatu. Perhatiannya teralihkan ke hal lain.
"Ah! Apa feromonku mengganggumu?"
"Hah?"
"Sungchan, kau ereksi," jawab Shotaro dengan muka lugu, seolah tanpa beban. Tersadar akan kata yang frontal, remaja keturunan Jepang itu menoleh ke samping kiri menghindari sang lawan bicara yang terkejut sebelum memperhatikan arah selangkangannya yang menggembung.
Meski tidak banyak membantu-cepat ia tutupi aset miliknya yang bahkan tidak terlihat dengan kedua telapak tangan. Aliran darah memanjat ke ujung kepala, menorehkan nyala merah di telinga Sungchan. Seolah-olah ia seperti anak remaja yang baru memasuki masa pubertas, tertangkap basah mengalami ereksi pertama kali.
"Aku sudah memakai plester, tapi sepertinya baunya masih kuat." Shotaro menyentuh leher bagian belakangnya yang sudah terpasang perban baru dan ditempel plester penahan feromon. "Aku juga tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini jadi tidak ada banyak persiapan."
"M-mungkin karena luka gigitannya masih terbuka." Alpha itu ingin menonjok wajahnya sendiri setelah tertangkap basah menyusun kata dengan terbata-bata. Alpha macam apa yang terbata karena gugup di hadapan omega, makhluk submisif?
"Begitu? Harusnya aku tidak terburu-buru dan menyusahkanmu." Shotaro nampak menyesal. "Maaf, Sungchan."
"Hyung..."
Ucapan itu tergantung di udara.
'Kalau begitu kau harus bereskan kekacauan yang kau buat dengan tubuhmu-'
Sungchan dibuat shock dengan suara dari dalam alam bawah sadarnya sendiri.
"Keluarlah, Hyung. Aku akan menyelesaikan 'urusanku' sebentar." Sungchan, dengan rona merah tipis yang belum disadarinya, membuka slot kunci dan mempersilakan lelaki muda itu untuk pergi sebelum jiwa alpha dominan yang tertidur di dalam dirinya terbangun. "Aku tidak akan melaporkannya pada siapa-siapa tapi kau berhutang satu cerita panjang padaku."
Lensa mata Shotaro berbinar seakan menghisap seluruh cahaya yang ada ke dalamnya. Dan Sungchan terhipnotis, bertanya-tanya apakah sosok erotis Shotaro yang menari panas di atas panggung itu sungguhan eksis.
"Kau anak baik. Aku beruntung memiliki Sungchan sebagai mateku."
Ada getaran aneh di dada Sungchan.
Membiarkan pemuda yang lebih muda diam tertegun, Shotaro melambaikan tangan dan beranjak pergi. Ketika sosok yang lebih pendek hilang di balik pintu, Sungchan mendudukkan pantat di atas kloset, mengabaikan ereksi di balik celana jeansnya yang semakin tidak tertahankan. Ia menenggelamkan wajah di dalam telapak tangan sebelum memejamkan mata... mengira-ngira mengapa dadanya begitu hangat dan berdebar dalam ritme yang baru pernah ia rasakan.
'...aku beruntung memiliki Sungchan sebagai mateku.'
"...."
'...mateku?'
Sungchan bukan tipe alpha yang ingin mengikat. Apalagi pada omega yang bahkan baru dikenalnya. Namun untuk sesaat, pendiriannya goyah. Tunangannya itu... sungguh menarik. Penuh dengan rahasia yang belum terbaca. Seperti rubik dengan warna acak-acakan yang harus segera disamakan setiap sisinya.
🍀🍀🍀
この記事が気に入ったらサポートをしてみませんか?